Your Adsense Link 728 X 15

Al Alim

Posted by "Asmaul Husna" Saturday, March 30, 2013 0 comments

 بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ

 Al-Alim, العليم, Maha Mengetahui Segala Sesuatu 

“Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah; kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”

Bagi Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia menyimpan rahasia, Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang berkhianat, Allah mengetahuinya. Niat hati yang tersimpan rapi, Allahpun mengenalinya. Lebih jauh dari itu, rahasia di balik rahasiapun, diketahui-Nya. Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah terlupakan oleh manusia, serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah tetap mengetahuinya. Dia berfirman :
“Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia (me­ngetahuinya serta) mengetahui ra­hasia dan yang lebih tersembunyi (dari rahasia).” (QS. Thaaha: 19)

Lalu, dapatkah kita bersembunyi dari pantauan-Nya? Dapatkah kita me­rahasiakan sesuatu di hadapan Allah? Dapatkah kita keluar dari monitoring-Nya?

Sungguh, Allah bahkan telah menge­tahui segala sesuatu sebelum terjadi, karena Dialah yang membuat rencana, Dia pula eksekutornya. 

“Tiada satu bencanapun yang menim­pa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakan-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber dari segala sumber ilmu. Dia tidak saja sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber pengetahuan. Perlu diketahui bahwa ilmu Allah itu bukan hasil dari sesuatu, tapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini merupakan hasil dari ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255)

Meskipun demikian, Allah tidak mau memonopoli ilmu-Nya sendiri. Dia mau berbagi kepada makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Khusus dalam hal ini, manusia dibebaskan menyandang gelar aliim bagi mereka  sampai pada kualifikasi tertentu. Orang yang berpengetahuan boleh disebut aliim, sama dengan Asma yang disandang Allah. Akan tetapi harus disadari bahwa ilmu manusia tetaplah tak sebanding dengan ilmu Allah, bahkan tidak ada apa-apanya. “Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Israa: 85)

Untuk menggambarkan betapa sedikitnya ilmu manusia, Al-Qur’an menegaskan: “Katakanlah, sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109)

Itulah sebabnya Rasulullah dipe­rintahkan agar senantiasa berdo’a agar diberi tambahan ilmu. “Ya Tuhanku, tam­bahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaaha: 114)

Ilmu yang diharap tentu saja ilmu yang menimbulkan dampak positif dalam kehidupan, yaitu ilmu yang melahirkan amal shalih yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah yang akan menimbulkan kesadaran ten­tang jatidiri manusia yang merasa dhaif di hadapan Allah swt. Dalam pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu yang mengantarkan pemiliknya kepada iman, dan ketundukan kepada Allah swt. 

Sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti terlaksana. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Israa: 107-109).

Al Fattah (Yang Maha Membuka)

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

"Sungguh Kami telah memberi kemenangan kepadamu dengan kemenangan yang nyata." (QS. Al-Fath: 1) 

Kata Al-Fattah yang menjadi sifat sekaligus Asma-Nya jgua dapat dijumpai didalam al-Qur'an surat Saba (34) ayat 26. Sementara sifat Allah sebagai "Khairul-Faatihiin“ (sebaik-baik pemberi putusan) bisa didapati dalam al-Qur’an surat Al-A’raaf (7) ayat 89.

Al-Fattah diambil dari akar kata fa-ta-ha, yang berarti membuka. Mak­na dasar itu kemudian berkembang men­jadi kemenangan, karena dalam ke­menangan itu tersirat adanya se­sua­tu yang harus diperjuangkan meng­hadapi halangan, rintangan, dan segala sesuatu yang tertutup. Di balik se­tiap kemenangan adalah perjuangan menghadapi penjajahan, penindasan, dan pengungkungan. Kemenangan itu sendiri adalah pembebasan.

Al-Fatttah, juga digunakan untuk memberi arti "irfan“ (pengetahuan) ka­rena di dalamnya terdapat usaha mem­buka tabir kegelapan. Orang yang belum berpengetahuan berarti orang yang diliputi oleh kegelapan, sedangkan orang yang berilmu adalah mereka yang melepaskan belenggu kegelapan (minadz-dzulumaat) menuju cahaya terang benderang (ilan-nuur).

Adalah Allah swt yang memiliki sifat dan nama Al-Fattaah yang sebenar-benarnya, sebab Dialah yang membuka segala hal yang tertutup menyangkut per­olehan yang diharapkan oleh se­tiap hamba-Nya. Hati manusia yang tertutup dibuka oleh-Nya melalui pintu hidayah sehingga terisi kebenaran dan jalinan cinta. Pikiran manusia yang ter­tutup dibuka oleh-Nya melalui ilmu pengetahuan sehingga semua kesulitan dapat ditemukan jawabannya, dan semua problem dapat ditemukan solusinya. Pintu rezeki hamba yang tertutup dibuka oleh-Nya melalui kegiatan ekonomi se­hingga mereka menjadi kaya dan ber­kecukupan. Allah, Al-Fattah yang membuka segala kekurangan menjadi cukup, bahkan berlebih.

Al-Fattah telah memberi kemenangan yang nyata kepada Rasulullah dan kaum muslimin ketika berhasil merebut kembali kota Makkah, sebagaimana di­jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Fath (48) ayat 1. Kemenangan itu kemudian di­sempurnakan dengan berbondong-bon­dongnya manusia memasuki ajar­an Islam, sebagaimana firman-Nya: “Apa­bila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat menusia memasuki agama Allah secara berbondong-bondong.” (QS. An-Nashr: 1-2)

Allah tidak hanya memberi keme­nangan kepada Rasululah dan para sa­habatnya, juga kepada setiap hamba-Nya, termasuk kita. Bukankah kita se­ring diperhadapkan masalah yang awalnya musykil, kemudian tiba-tiba ki­ta memperoleh secercah cahaya pe­tunjuk-Nya sehingga benang kusut yang ki­ta hadapi terurai dengan sangat mudahnya?

Bukankah kita juga sering mengha­dapi kesulitan ekonomi, kemudian ti­ba-tiba langkah kita terbimbing untuk melakukan langkah-langkah bisnis yang kemudian memberikan keuntungan yang sebelumnya terasa musykil? Dialah Al-Fattah, yang telah membuka pintu rezeki kita. Dia, Al-Fattah terus bekerja memberi pertolongan kepada kita, membuka jalan agar kita sukses dan memperoleh kemenangan dalam menempuh kehi­dupan di dunia dan selamat hingga di akherat dengan memperoleh surga-Nya. Dialah, Al-Fattaah yang membuka pintu surga-Nya lebar-lebar untuk kita yang menaati-Nya.

Sekarang, bagaimana memvisuali­sasikan Al-Fattaah dalam kehidupan se­hari-hari? Bagaimana meneladani akhlaq Allah, Al-Fattah dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan dalam kehidupan sosial?

Sebagai individu kita harus senantiasa membuka hati dan pikiran kita untuk menerima kebenaran. Kita tidak boleh sombong, sebab Ilmu Allah hanya ter­curah kepada mereka yang tidak me­nyombongkan diri. Allah berfirman:

“Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang takabbur di muka bumi tanpa alasan yang benar.” (QS. Al-A’raaf: 146)

Orang yang meneladani sifat Al-Fattah akan senantiasa terbuka untuk menerima pendapat orang lain. Mereka tidak merasa benar sendiri dan tidak mau menang sendiri. Mereka yakin bahwa kebenaran yang hakiki hanya dari Allah, sedangkan kebenaran yang lain bersifat relatif. Karenanya mereka tidak memutlakkan pendapatnya sendiri.

Orang yang menginternalisasikan Al-Fattaah dalam dirinya akan senantiasa termotivasi menghadapi hidup. Mereka tidak mudah patah arang atau frustrasi hanya karena suatu kegagalan. Yang mereka takutkan dalam kehidupan ini hanya satu, yaitu bila Allah menutup pintu-Nya, Dia tak lagi peduli kepadanya, dan membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan.

Sebagai pemimpin, sifat Al-Fattaah itu termanifestasikan dalam kemampuannya untuk menyadarkan kegelapan pikiran orang-orang yang dipimpinnya. Dalam Al-Fattaah tersirat bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih, baik ilmu maupun kharisma. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang tidak hanya memiliki kecerdasan intektual, tapi juga kecerdasan emosional dan spiritual. Dengan ketiga kecerdasan itu, bawahan yang paling bandel sekalipun dapat “ditaklukkan”.

Ar Razzaq

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Aku tidak menghendaki sedikitpun rizki dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)
Pada awalnya rezeki itu bermakna tunggal, yaitu pemberian untuk jangka waktu tertentu. Makna ini sekaligus mem­bedakan antara rezeki dengan hibah, atau antara makna Ar-Razzaq dengan Al-Wahhab. Dalam perkembangannya makna rezeki itu meluas dan melebar, kadang bermakna pangan, pemenuhan kebutuhan, gaji, juga hujan yang turun dari langit, bahkan anugerah kenabian pun disebut sebagai rezeki, sebagaimana perkataan Nabi Syuaib kepada kaumnya:

“Wahai kaumku, bagaimana penda­patmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan Dia menganugerahi aku dari-Nya rizki yang baik (yakni kenabian)?” (QS. Huud: 88)

Dengan demikian, maka rizki itu bisa meliputi segala pemberian yang dapat dimanfaatkan, baik bersifat material maupun spiritual. Rizki itu tidak hanya bersifat kebendaan, tapi juga bisa berupa kebahagiaan, sembuh dari sakit, kesempatan beribadah dengan baik, hidayah, dan banyak lagi lainnya. Sungguh tak terhingga rizki yang telah diberikan kepada kita.

Ar Rozaq adalah sifat Allah Subhanahu Wata'ala yang baik dan memiliki makna Maha Pemberi Rizki. Rizki yang diberikan oleh Allah tak terbatas Harta, tahta, kesehatan, kepandaian, pengetahuan dan masih banyak lagi. Dalam pemberian Rizeky ini  Allah Subhanahu Wata'ala tidak pernah membedakan siapa yang akan menerima rezeki dari-Nya entah itu muslim yang beriman atau mereka yang ingkar. Jika Allah Subhanahu Wata'ala menghendaki sesuatu terjadi, maka Dia akan menciptakan sebab-sebab kejadiannya. Jika sebuah rezeki ingin diberikan-Nya pada seorang hamba, maka tak satu pun kekuatan yang bisa menghalanginya. Tak ada kekuatan yang mampu menghalangi takdir-Nya.

Bila Allah Subhanahu Wata'ala mencintai seseorang, Dia menjadikan makhluk-makhluk semakin membutuhkan orang dermawan dan kalau saja dia sampai menjadi perantara antara Allah dengan manusia agar rezeki dapat sampai kepada manusia maka berarti dia memiliki sifat ini juga. Itulah orang yang telah mewarisi sifat ini yang tangannya dijadikan sebagai gudang rezekinya, tubuh dan ucapannya menjadi gudang bagi rezeki hati. Persendian adalah sambungan tulang pada tubuh manusia yang berjumlah tiga ratus enam puluh buah. Maka selayaknya manusia mengeluarkan sedekah bagi setiap persendian tubuhnya, semata-mata untuk mensyukuri nikmat itu. Dengan adanya semua persendian itu, manusia hidup dengan penuh kesempurnaan dan kenikmatan. Sekiranya diantara persendian tersebut ada yang rusak atau kering, tentulah akan mendatangkan gangguan pada tubuh, maka bersedekah atasnya merupakan tasyakur dan juga menghindarkan bala.

Sering manusia mengira, semua yang didapat adalah hasil kerja keras dan usahanya. Sering manusia menyangka, semua yang terjadi keluar dari jerih payahnya. Padahal, sungguh tak ada daya pada diri manusia yang lemah ini, Makhluk yang ketika kantuk Allah yang menciptakan sarana-sarana rezeki maupun mereka yang diberi rezeki dan memberikan sarana kepada makhluknya maupun menciptakan jalan-jalan untuk menikmatinya.

Rezeki bathiniah lebih tinggi dibandingkan rezeki lahiriah, karena buahnya adalah kehidupan abadi. Adapun buah dari pemberian rezeki lahiriah berupa kekuatan jasmani yang fana. 

Allah menganugerahkan pengetahuan untuk memberikan petunjuk, lidah untuk bersaksi dan mengajar. Dan kedua tangan untuk membagikan sedekah, sehingga manusia dapat menjadi sebab bagi rezeki. Oleh Karena itu jika kita diberikan rezeki oleh Allah maka seharusnya kita memberikan sebagian rezeki yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan. Misalnya kita memiliki harta yang berlebih maka kita harus menyedekahkan sebagian harta kita untuk orang yang membutuhkan. 

Wallahu A'lam

Al Wahhab

Posted by "Asmaul Husna" Friday, March 29, 2013 7 comments
Al Wahhab adalah salah satu sifat Allah yang memiliki Arti Maha Pemberi Karunia. Al Wahhab adalah salah satu sifat Allah yang memiliki Arti Maha Pemberi Karunia. Karunia merupakan hadiah yang bebas dari imbalan dan kepentingan.

Makna lafazh 'Al Wahhab' menekankan bahwa pada hakikatnya tidak mungkin tergambar dalam benak, mengenai adanya yang memberi, siapapun yang membutuhkannya tanpa mengharapkan imbalan atau tujuan duniawi atau ukhrawi, kecuali Allah SWT. Karena siapa yang memberi disertai dengan tujuan duniawi atau ukhrawi, baik tujuan itu berupa pujian, meraih persahabatan, menghindari celaan atau mendapatkan kehormatan, dia bukanlah 'Wahhab'. Makhluk tidak mungkin memberi secara berkesinambungan sedang Allah dapat memberi secara berkesinambungan dan tanpa batas.

Al-Qur’an menyebut al-Wahhab semua menunjuk kepada sifat Allah. Dari tiga ayat itu, hanya satu yang dirangkai dengan nama Allah yang lain, yaitu Al-Aziz (Maha Perkasa) sebagaimana yang terdapat dalam surat Shaad ayat 9, sedangkan dua lainnya berdiri sendiri. Al-Wahhab merupakan Asma Allah yang berarti Maha Memberi. Dia memberikan rahmat kepada makhlukNya tanpa pamrih, karena Dia tak membutuhkan apapun kepada makhlukNya.

Keagungan dan kebesaranNya tak berkurang se­di­kitpun juga jika sekiranya semua manusia ingkar kepadaNya. Demikian juga sebaliknya, kewibawaan dan kemuliaanNya tak bertambah sedikitpun juga jika sekirinya semua manusia tunduk patuh kepadaNya. Dia tak membutuhkan ucap­an terima kasih, tak juga tepuk tangan atas semua kebaikanNya.

Tak sekadar bebas dari pamrih, Dia juga senantiasa memenuhi kebutuhan makhlukNya tanpa diminta. Dia memberikan udara segar setiap hari walaupun kebanyakan manusia tidak memintanya. Dia juga menurunkan hu­­jan, walaupun manusia tidak berdoa untuknya. Sinar matahari dicurahkan setiap hari, walaupun banyak manusia tidak menyadarinya. Siapakah yang me­nyediakan air, udara, dan energi ? Tan­pa diminta, Allah telah menyiapkannya.

Hanya Dia yang pantas menyandang nama Al-Wahhab, sebab semua manusia senantiasa mengharapkan im­balan ketika bekerja, apalagi ketika mem­beri sesuatu kepada sesamanya. Ada tujuan yang ingin diraih di balik kerja kerasnya, baik yang bersifat materi maupun yang berbentuk spiritual, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.

Itulah sebabnya, ketika al-Ghazali men­jelaskan tentang Al-Wahhab, ia ber­komentar bahwa hanya Allah saja yang patut menyandang sifat itu. Ia berkata, pada hakekatnya tidak ada pemberian tanpa tujuan dan harapan, kecuali Allah Subhanahu Wata'ala Setiap manusia pasti berpengharapan atas semua perbuatannya, baik dalam bentuk pujian, meraih persahabatan, men­dapatkan kehormatan, atau paling tidak menghindari celaan.

Seseorang ‘abid yang senantiasa me­lazimkan ibadah juga tak lepas dari pamrih untuk mendapatkan surga atau terhindar dari neraka. Bahkan seorang alim yang beribadah demi meraih cinta dan syukur kepadaNya belum sepenuhnya terhindar dari tujuan-tujuan atau harapan meraih imbalan. Itulah sebabnya, Allah tetap memberi toleransi kepada ma­nusia sepanjang mereka tetap dalam koridor ibadah yang ikhlas semata karena Allah SWT. Dia membolehkan manusia beribadah karena mengharapkan surgaNya atau terhindar dari nerakaNya, ka­rena memang hanya sampai di situ batas kemampuan manusia.

Hanya Allah saja yang bisa memberi tanpa pamrih, sebab hanya Dia yang tidak membutuhkan apapun dari makhlukNya. Karenanya, hanya Dialah yang pantas me­nyandang nama Al-Wahhab, Maha Pemberi tanpa mengharap Puji, Maha Pem­beri tanpa pamrih, Maha Pemberi tanpa menagih.

Walaupun demikian, kita bisa mene­ladani sifat mulia itu sebatas kemampuan kita sebagai makhlukNya. Dalam hal ini kita bisa meminimalkan harapan atau pam­rih kita, paling tidak, ketika kita mem­berikan sesuatu, janganlah kita ber­harap mendapatkan imbalan yang ber­lebihan, yang demikian itu disebut riba, sebagaimana firmanNya :

“Apa yang kamu berikan dari riba supaya bertambah banyak harta manusia, maka tidaklah bertambah banyak di sisi Allah”. (QS. Ar-Ruum: 39).

Itulah sebabnya, sejak awal, ketika Rasulullah menerima wahyu yang ketiga, Allah sudah mengingatkan: “Jangan memberi dengan mengharap imbalan yang lebih banyak”. (QS. Al-Muddatstsir: 6)

Dalam prakteknya, kita boleh saja me­nanti ucapan terimakasih dari orang yang kita beri, tapi mengabaikannya jauh lebih mulia dan derajatnya lebih tinggi, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS. Al-Insaan: 9)

Nilai-nilai yang tercermin dari Al-Wahhab itu sangat penting diterapkan oleh para pemimpin. Setiap pemimpin haruslah memiliki sifat pemurah, suka memberi kepada bawahannya. Seorang pemimpin yang pelit pasti tidak disukai anak buahnya. Sebaliknya, pemimpin yang murah hati dan suka memberi pas­ti mendapatkan simpati, disukai, dan di­cintai rakyatnya.

Al Qohhar

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments
Yang dapat Menaklukkan segala sesuatu; Yang dapat Memaksakan segala yang menjadi Kehendak-Nya Atau Yang Maha Menekan.

 Menaklukan dan mengakhiri segala sesuatu. 

Sifat Allah Al Qahhar diartikan sebagai Yang Maha Menundukkan. Dialah yang menundukkan siang dan malam, matahari, bulan dan bintang. Semua beredar menurut garis edarnya. Allah menundukkan manusia dan menunjukkan keesaanNya agar manusia mau berpikir.

Allah menundukkan semua makhluk termasuk manusia. Tiada yang dapat menolak rencanaNya. Dia yang menimpakan kehinaan dan Allah pula yang memberi kekuasaan kepada yang dikehendakiNya. Sungguh Allah menggenggam semua makhluk dalam kekuasaanNya.

Sebagai makhlukNya kita harus senantiasa mengambil keteladanan dari sifat Al Qahhar, dengan tidak merasa sombong karena kita hanyalah makhluk yang tiada daya.
Al-Qahhar adalah juga bermakna menjinakkan atau menundukkan. Segala makhluk-Nya dijinakkan dan ditundukkan di bawah kekuasaan-Nya. Tiada satupun makhluk yang menentang-Nya kecuali mereka akan dikalahkan dan dihinakan, sekaligus.
"Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-An’am: 18)

Dalam al-Qur’an, al-Qahhar disebut enam kali dan kesemuanya dirangkai setelah penyebutan kata al-Wahid, yang juga merupakan Asma Allah. Penyebutan nama dan sifat al-Wahid di depannya memberi arti kuat bahwa hanya Dia satu-satunya yang memiliki sifat Al-Qahhar. Orang yang mengaku dirinya Qahhar (penakluk) akan dikalahkan dan dihinakan-Nya. Fir’aun, dalam al-Qur’an dikisahkan pernah mengganggap dirinya sebagai “Qaahiruun” (penakluk) ketika dia memerintahkan untuk membunuh semua bayi lelaki.
“Fir’aun berkata: Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” (QS. Al-A’raf: 127)

Allah membungkam Fir’aun dan orang-orang kafir lainnya dengan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menekuk lutut para pembangkang dengan kekuasaan-Nya, menjinakkan hati para pecinta-Nya sehingga mereka bersuka cita menanti di depan pintu rahmat-Nya. Dia pula yang menundukkan panas dan dingin, mengalahkan besi dengan api, memadamkan api dengan air, menghilangkan gelap dengan terang, dan melenyapkan terang dengan kegelapan.

“Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan sinar terang kepadamu ? Maka apakah kamu tidak mendengar ? Katakanlah: Jelaskan kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang bisa mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya ? Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?” (QS. Al-Qashash: 71 dan 72)

Sungguh, Allah telah mengalahkan semua makhluq-Nya, termasuk manusia. Dialah yang menjadikan manusia menjerit ketika lapar, menjadikannya lemah dan tak berdaya ketika kantuk dan tidur. Dia pula yang memberi manusia sesuatu yang tidak diinginkan dan menghalangi yang didambakan. Tak seorangpun yang bisa menolak ketika diberi celaka atau sakit. Sebaliknya, tak seorangpun yang bisa mendapatkan sesuatu yang dihalangi Allah.

Kepada manusia yang biasa menyombongkan ilmu dan teknologinya, Allah menantang, apakah mereka bisa menahan sebentar saja peredaran matahari? Apakah mereka juga bisa memperpanjang malam walau sedetik saja? Orang yang beriman segera akan menyadari dan berkata: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.” (QS. Az-Zukhruf: 12 dan 13)

Sekalipun Al-Qahhar merupakan nama dan sifat Allah yang tak patut seorangpun mengaku sebagai penakluk, tapi hal itu tidak menghalangi orang beriman untuk meneladaninya. Imam Al-Ghazali mempersyaratkan bagi mereka yang ingin meneladani sifat Al-Qahhar dengan terlebih dahulu menyadari bahwa tujuan penciptaannya adalah untuk menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Banyak halangan dan rintangan yang menjadi sebab tak terpenuhinya tujuan penciptaan tersebut, salah satunya adalah hawa nafsu. Untuk itu kita harus “Qaahiruun”, menjadi penakluk dan penjinak hawa nafsu kita sendiri.

Dalam hal penaklukan dan penjinakan nafsu, kita harus meneladani cara dan pendekatan Allah dalam menundukkan dan menjinakkan makhluq-Nya. Ketika Allah menaklukkan manusia, Dia tidak mencabut kebebasannya, apalagi mematikannya kecuali pada saat yang telah ditetapkan-Nya. Untuk itu, nafsu tidak boleh dimatikan. Nafsu hanya boleh diarahkan dan dikendalikan.

Islam mengakui perlunya memenuhi tuntutan nafsu selama tidak mengantarkan manusia menyimpang dari tujuan penciptaannya. Bagaimana mungkin manusia dicegah untuk memenuhi syahwat perutnya, sementara jasmani yang sehat dan kuat sangat dibutuhkan untuk memikul tugas-tugas di jalan Allah? Bagaimana mungkin nafsu seksual diharamkan, sementara anak keturunan yang shaleh sangat didambakan untuk melanjutkan generasi pengemban risalah-Nya ?

Lebih jauh, Al-Qahhar jika dibumikan menjadi bahasa kepemimpinan, maka ia berarti kemampuan untuk mengarahkan orang lain pada kebaikan. Pemimpin yang baik adalah navigator yang tahu jalan yang lurus dan jalan yang harus dihindarinya. Ia memiliki kemampuan untuk membimbing anak buahnya agar senantiasa berjalan di atas rel yang lurus, tidak zig-zag agar lebih cepat mencapai tujuan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menyatupadukan semua staf dan anggotanya menjadi satu kekuatan yang memiliki visi, misi, dan persepsi yang sama. Semoga kita bisa meneladaninya.

Al Ghaffar

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Luasnya Samudra Ampunan

Al-Qur’an menyebut kata “Ghaffar” sebanyak lima kali, tiga kali berdiri sendiri, sedang dua kali lainnya dirangkai setelah penyebutan sifat dan nama Indah lainnya, yaitu Al-Aziz. "Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas maghfirah-Nya." (QS. At-Taubah: 117)

Al-Ghaffar berasal dari fi’il madhi “ghafara”, yang berarti menutupi. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata “alghafaru” yang berarti sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika kita mengambil makna yang pertama, maka Al-Ghaffar berarti Allah menutupi dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan keluasan ampunan-Nya. Adapun jika kita memaknai dengan kata yang kedua, berarti Allah menganugerahkan sifat penyesalan kepada hamba-hamba-Nya sehingga bisa menjadi obat penawar sekaligus penghapusan dosa.
 
Keduanya bisa jadi benar dan dibenarkan, sebab dalam kehidupan nyata, Dialah yang meniupkan rasa penyesalan pada diri manusia, sehingga hati manusia cenderung meminta maaf ketika berbuat dosa. Dia pula yang memberi ampunan sebesar apapun kepada hamba-hamba-Nya yang menyesal dan bertaubat kepada-Nya. Al-Ghaffar tidak sekadar mengampuni dosa hamba-hamba-Nya yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap syari’at, tapi pengampunan-Nya meliputi segala hal, termasuk dalam hal akhlaq yang oleh hukum syari’at tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Sedemikian luasnya pengampunan itu, bahkan meliputi cinta dan emosi. Rasulullah saw senantiasa berusaha adil kepada isteri-isterinya, karenanya Allah mengampuninya jika hati beliau lebih condong kepada salah satu atas yang lain.

Luar biasa, akhlak Allah yang senantiasa menampakkan kebaikan untuk menutupi keburukan. Perhatikanlah, Dia menutupi sisi dalam jasmani manusia dengan penampakan luar yang sedap dipandang mata. Bagian dalam yang kotor dan menjijikkan ditutupi dengan tampilan lahir yang menawan.

Adalah Al-Ghaffar pula yang menutupi bisikan hati dan kehendak-kehendak kotor yang tersembunyi. Seandainya niat kotor, kemauan jahat, niat menipu, sangka buruk, iri hati, dan kesombongan itu terkuak ke permukaan dan diketahui semua orang, sungguh manusia akan mengalami berbagai kesulitan hidup. Jika yang terbetik dalam hati manusia tampak secara telanjang, sungguh masing-masing kita tidak ada yang saling percaya. Isteri tidak percaya kepada suami, anak tidak percaya kepada orangtua, rakyat tidak percaya kepada pemimpinnya. Begitu juga sebaliknya.

Dia, Al-Ghaffar bahkan tetap menutupi sekian banyak salah dan dosa yang telah dilakukan manusia, baik yang dilakukan secara tidak sengaja maupun yang disengaja. Segala aib tetap ditutupi oleh Allah. Itulah sebabnya Dia sangat marah kepada orang yang malam harinya berbuat dosa, sementara di siang harinya ia sebarkan perbuatan dosanya kepada orang lain. Andaikata ia segera menyesal dan bertaubat, pintu ampuan-Nya segera dibuka. Siksa-Nya tidak meliputi orang-orang yang bertaubat.

Al-Ghaffar senantiasa menyambut hamba-Nya yang tulus meminta ampunan, sebesar apapun dosa yang disandangnya. Dia berfirman : Sampaikan kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa, Dialah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Dalam hadits qudsy riwayat At-Tirmidzi, Sahabat Anas ra berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman: “Wahai keturunan Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharapkan ampunan-Ku, Aku ampuni untukmu apa yang telah engkau lakukan di masa lampau dan Aku tidak peduli (betapa banyak dosamu). Wahai keturunan Adam, sekiranya dosa-dosamu telah mencapai ketinggian langit, kemudian engkau memohon ampunan-Ku, Aku ampuni untukmu. Seandainya engkau datang menemui-Ku membawa seluas wadah bumi ini dosa-dosa dan engkau datang menjumpai-Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa pengampunan seluas wadah itu.”

Sebagai hamba Allah, kita dituntut memiliki atau meneladani sifat indah Al-Ghaffar itu, sebagaimana firman-Nya :

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar ia memaafkan orang-orang yang tidak mengharapkan hari-hari Allah.” (QS. Al-Jatsiyah: 14)

Allah juga berfirman:

“Siapa yang bersabar dan menutupi (memaafkan) kesalahan orang lain, maka sungguh hal demikian termasuk yang diutamakan.” (QS. Asy-Syuura: 43)

Ya Ghaffar, kami bermohon kepada-Mu kiranya membersihkan hati kami dari segala noda. Kami bermohon kiranya Engkau memenuhi hati kami dengan cahaya. Berilah kemampuan kepada kami untuk meneladani sifat dan nama-Mu Al-Ghaffar sehingga kami dapat menutupi aib teman-teman kami, membalas kejahatan mereka dengan kebaikan, dan meraih kemuliaan di dunia dan akherat.

Al Musawwir

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Al Mushowwir, المصور . Artinya: Yang Maha Menciptakan segala Bentuk dan Rupa.

“Dia-lah Allah Pencipta, Pencipta, Maha membentuk rupa terrsebut; Nya adalah nama yang paling baik; apa yang ada di langit dan bumi menyatakan kemuliaan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS al-Hasyr : 24]

Al-Khaliq (Pencipta), al-Bari `(Pembuat), al-Musawwir (Membentuk rupa) adalah tiga dari nama Allah yang disebutkan bersama-sama dalam ayat ini. Ketika tiga nama disebutkan secara bersamaan, masing-masing menyampaikan makna tertentu. Di sini, atribut penciptaan secara khusus mengacu ketentuan Allah dari apa Dia menciptakan, sehingga yang lebih dulu. Nama al-Bari‘ (pembuat) mengacu pada tindakan kreatif mewujudkan apa yang Allah kehendaki untuk menciptakan. Akhirnya nama al-Musawwir (Membentuk itu) mengacu memberikan setiap hal dibuat bentuk khususnya. 

Maka Allah menciptakan apa yang Dia putuskan, membawa ke dalam keberadaan, dan menentukan bentuk unik yang ditentukan Nya. Allah Subhanahu Wata'ala menciptakan bentuk setiap hal yang diciptakan menurut, pengetahuan-Nya hikmat dan pengampunan. Dia memberikan setiap hal bentuk ini memiliki tanpa membutuhkan model yang sudah ada sebelumnya.  

Khalaqa di situ ialah mencipta kemudian sawwa itu memberi rupa bentuk. Dalam erti kata lain ; sebelum makhluk ini diciptakan, Allah Subhanahu Wata'ala telah menentukan ukuran, sukatan (berapa kadar) dan menentukan bagaimana kewujudan penciptaan-Nya. Ini bermaksud bahwa setiap yang dicipta itu telah ada dalam ilmu Allah bagaimana rupanya apabila maujud nanti.  Ini bermakna dengan sifat khalaqa yang dimiliki oleh Allah SWT; semua makhluk atau ciptaan yang maujud di atas muka bumi ini semuanya telah wujud dalam pengetahuan Allah SWT sebelum tercipta dan apa yang wujud dalam ilmu Allah itu nanti akan wujud dalam kenyataan bila dikehendaki dan telah tiba masanya.

Ketiga tindakan penciptaan, membuat, dan membentuk adalah asma Allah Subhanahu Wata'ala dalam menampakkan kekuasaan Nya dalam makhluk secara berurutan, yang terakhir adalah Penciptaan dari bentuk, yang secara bertahap datang ke penyelesaian. sebagai contoh mudah adalah bahwasanya Dia menciptakan manusia dengan bentuk , warna , dan atau rupa yang berbeda beda pada setiap manusia.

Penciptaan adalah bukti paling nyata kebesaran Allah dan keilahian. Bahwa Dia menganugerahkan kehidupan, gerak dan kesadaran pada makhluk Nya guna untuk memperhatikan , mendengar dan memahami setiap tanda - tanda kekuasaan-Nya.

Al Bari'u

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments
Yang menjadikan segala sesuatu Atau Yang Maha Pengembang. Tuhan merencanakan Makhluk-Nya dan menuntunnya melalui tahap - tahap dalam proses perkembangannya. Allah bersifat Al-Bari' yang bisa diartikan sebagai Maha Merencanakan Sesuatu. 


Dengan sifat-Nya tersebut Allah Subhanahu Wata'ala mengajarkan kepada hamba - hamba-Nya agar selalu memilki rencana sebelum melakukan segala sesuatu hal. akan tetapi perlu untuk di-ingat, bahwa Allah Subhanahu Wata'ala adalah yang menentukan hasilnya.

Menurut sebagian pendapat ulama' yang lain AL – BARI memiliki makna lebih kepada yang menjadikan segala sesuatu dari tiada menjadi ada. 

“Al-Bari` artinya yang menciptakan makhluk tanpa meniru. Akan tetapi lafadz ini lebih memiliki kekhususan pada (penciptaan) makhluk-makhluk hidup, tidak pada makhluk-makhluk yang lain. Lafadz ini jarang sekali dipakai pada (penciptaan) selain makhluk hidup.

Allah Subhanahu Wata'ala Melaksanakan dan memunculkan atau mengadakan apa yang Dia tetapkan menuju ke alam nyata. Dan tidak semua yang bisa menetapkan sesuatu dan mengaturnya mampu untuk melaksanakan dan mewujudkannya, selain Allah Subhanahu Wata'ala.

Dengan mengimani nama tersebut serta mengetahui maknanya, kita semakin menyadari kekuasaan Allah Yang Maha Hebat, serta mengetahui bagaimana luasnya ilmu Allah dan kemampuan-Nya. Di mana tidak mungkin ada yang melakukan itu semua kecuali Dzat yang Maha Berilmu dan Maha Mampu. Ini semua mestinya membuat kita semakin tunduk kepada-Nya dan semakin patuh. Sebagaimana juga mestinya membuat kita semakin bersyukur kepada-Nya karena kita semuadengan bentuk ciptaan yang bagus dan indah ini adalah buah dari Asma Allah Subhanahu Wata'ala tersebut.

Wallahu a’lam.

Al Khaliq

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

al-Khaliq secara bahasa berasal dari kata "khalq" atau "khalaqa" yang berarti mengukur atau memperhalus. Kemudian, makna ini berkembang dengan arti menciptakan tanpa contoh sebelumnya. Kata khalaqa dalam berbagai bentuknya memberikan penekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. (Q.S. Ar-Rum: 20-25)

Allah al-Khaliq, artinya Allah pencipta semua makhluk dan segala sesuatu. Malaikat, jin, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dan segala yang ada di alam ini diciptakan oleh Allah. Allah menciptakan setiap makhluk secara sempurna dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dengan ukuran yang paling tepat. al-Qur'an menegaskan, "Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah." (Q.S. As-Sajdah : 7)

Dalam ayat lain ditegaskan, "sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebik-baiknya." (Q.S. At-Tin: 4)

Menjadi 'Abdul khaliq' (Hamba Allah Yang Maha Pencipta)

Seorang hamba yang meneladani Allah Subhanahu Wata'ala, dalam sifat-Nya sebagai Sang Pencipta dianugerahi kemampuan untuk melahirkan kreasi-kreasi atau hal-hal baru dan bermanfaat untuk kemaslahatan atau kesejahteraan seluruh makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Orang yang pada dirinya bermanifestasi al-Khaliq dianugerahi pengetahuan, kemampuan (skill), dan juga restu Allah, sehingga Dia melihat alam semesta tercermin di dalam dirinya (mikrokosmos). Dari situ, dia dapat mengenal segala sesuatu yang ada di sekelilingnya (makrokosmos). Dia mengenal alam-alam yang telah diciptakan-Nya itu sebaik dia mengenal dirinya sendiri.

Wallahu A'lam

Al Mutakabbir

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments


Asmaul Husna merupakan nama nama sebutan Allah yang berjumlah 99 nama. Masing-masing nama-nama ini bersifat baik, bagus dan agung sehingga terkadang asmaul-husna ini dikenal dengan nama nama baik Allah Subhanahu Wata'ala. Nama-nama tersebut merupakan cerminan dari perilaku Allah Subhanahu Wata'ala terhadap hamba Nya. Yang bila nama-nama itu kita amalkan dan kemudian kita sebut sebagai suatu pemohonan, maka akan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Asma Allah ini akan membawa kebaikan bagi orang yang menyebut asma Allah serta memaknai asma-asma Allah dalam kehidupannya sesuai yang diajarkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, seperti Firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 180 : “Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. 

Di dunia ini bahkan pada hamparan langit dan bumi, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah. Allah memiliki kebesaran atas seisi alam semesta ini. Banyak peristiwa-peristiwa tentang kebesaran Allah yang belum kita ketahui atau mungkin banyak di sekitar kita namun kita tak menyadarinya. 

Secara bahasa Al-Mutakabbir berarti kebesaran, angkuh, yang tidak tertundukkan. Allah Al-Mutakabbir artinya Allah pemilik segala kebesaran. Kebesaran itu hanya milik Allah. Hanya Allah yang pantas menyandangnya sebab Allah Maha Besar. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ism dari Al-Mutakabbir adalah takabbur dan kibriya’ yaitu pemberitahuan tentang hak Allah SWT bagi sifat-sifat agung dan sempurna. Ism Al-Mutakabbir itu mengumpulkan segala makna tanzih (penyucian). Jadi, barangsiapa mengenal ketinggian, keagungan dan kebesaran Allah, maka ia akan selalu membiasakan dirinya bersikap hina dan merendah. Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah mengasihani hamba yang mengenal kekuasaannya sehingga ia tidak melanggar batasan-batasannya.” Imam Ghazaly berpendapat bahwa al-Mutakabbir adalah yang memandang selainnya hina dan rendah bagai pandangan raja kepada hamba sahayanya bahkan merasa bahwa keagungan dan kebesaran hanya miliknya. Sifat ini tidak mungkin disandang kecuali oleh Allah. Karena hanya Dia Yang Berhak dan Wajar bersikap demikian. Setiap yang memandang keagungan dan kebesaran hanya miliknya secara khusus tanpa selainnya, maka pandangan tersebut salah! Kecuali Allah SWT. Tapi ingat! Bahwa sifat al Mutakabbir ini ditujukan oleh-Nya kepada mereka yang angkuh, yang memandang serta memperlakukan selainnya hina dan rendah. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. [Q.S. Hasyr: 23]

Akhirnya, marilah kita berdoa, "Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari setiap kejahatan yang sekarang dan yang akan datang, kejahatan  yang telah aku ketahui dan yang belum aku ketahui. Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu sebaik-baik yang telah diminta kepada-Mu oleh hamba dan nabi-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan, yang telah dimohonkan terhindarnya kepada-Mu oleh hamba dan nabi-Mu." (H.R. Ibnu Majah dan Ahmad)

Manfaat Zikir al-Mutakabbir

Jika kita memperbanyak Ya Mutakabbir setiap hari, insya Allah akan dikaruniai kemampuan untu menundukkan musuh yang berbuat zhalim.

Wallahu A'lam

Al Jabbar

Posted by "Asmaul Husna" Thursday, March 28, 2013 1 comments


Salah satu Al-Asma`ul Husna adalah Al-Jabbar (الْجَبَّارُ). Makna Al Jabbar sebagaimana diriwayatkan dari tafsir Ibnu ‘Abbas c. Beliau mengatakan bahwa makna Al-Jabbar adalah Yang Maha Agung, dan sifat Jabarut artinya sifat keagungan. Demikian dinukilkan oleh Al-Qurthubi t dalam tafsirnya Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS Al Hasyr 59: 23)


Adapun makna Al-Jabbar secara ringkas seperti yang disampaikan oleh Asy-Syaikh As-Sa’di yaitu : “Yang Maha Tinggi dan Tertinggi, juga bermakna Yang Memaksa, dan bermakna Ar-Ra`uf Yang kasih sayang, Yang memperbaiki kalbu yang redam, memperbaiki yang lemah dan tidak mampu, serta yang berlindung kepada-Nya.” (Tafsir As-Sa’di hal. 946) Ibnu Jarir t mengatakan: “Yang memperbaiki urusan makhluk-Nya, Yang mengatur mereka dengan sesuatu yang maslahat bagi mereka.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir, 4/367)

Salah satunya bahwa Dialah yang memperbaiki kelemahan hamba-hamba-Nya yang lemah, dan Yang memperbaiki kalbu yang merasa redam di hadapan-Nya, yang tunduk di hadapan kebesaran-Nya dan keagungan-Nya. Betapa banyak kalbu yang redam lalu Allah perbaiki, yang fakir lalu Allah berikan kecukupan, yang hina lalu Allah muliakan, yang kesusahan lalu Allah hilangkan kesusahannya, yang kesulitan lalu Allah berikan kemudahan. Dan betapa banyak orang yang terkena musibah lalu Allah perbaiki dengan memberinya taufiq untuk kokoh dan sabar, dan Allah ganti karena musibahnya dengan pahala yang besar. Maka hakikat makna Jabr adalah memperbaiki keadaan hamba dengan melepaskannya dari kesulitan, serta menghilangkan darinya kesusahan. Makna (kedua) bahwa Dia Yang Maha memaksa, yang segala sesuatu tunduk kepada kebesaran-Nya, yang semua makhluk tunduk kepada keagungan-Nya dan keperkasaan-Nya. Maka Dia memaksa hamba-hamba-Nya kepada apa yang Dia kehendaki berupa sesuatu yang sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dan kehendak-Nya. Maka mereka tidak dapat lepas darinya.

Makna yang ketiga bahwa Dia yang Maha Tinggi dengan Dzat-Nya di atas seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak seorangpun mendekat kepada-Nya. Al-’Allamah As-Sa’di t menyebutkan makna yang keempat, yaitu bahwa Dia yang Maha Besar tersucikan dari segala kekurangan dan keserupaan dengan siapapun, serta tersucikan dari sesuatu yang menyerupai-Nya, baik dalam kekhususan-kekhususan-Nya maupun hak-hak-Nya. (Syarh Nuniyyah, 2/103-104)

Al Jabbar secara lughoh bisa bermakna ketinggian, keagungan, atau istiqamah.  Sedang al jabbar bila dinisbatkan kepada Allah bisa bermakna “ketinggian atau keagungan sifat yang tidak dapat dijangkau oleh siapapun”. Ada juga yang memaknai al jabbar sebagai yang maha tinggi yang memaksa semua yang rendah untuk tunduk patuh kepada-Nya. Dari sini kemudian muncul makna baru dari al jabbar yakni Yang Maha Pemaksa, Yang Kehendaknya Tidak Diingkari, atau Yang Maha Perkasa.

Allah Yang Maha Pemaksa ketika menciptakan langit dan bumi memerintahkan keduanya datang dengan patuh atau terpaksa. Mareka menjawab: “Kami datang dengan patuh.” (QS Al Fushilat 41: 11). Pada hakekatnya di dunia ini tidak ada makhluk yang mampu menentang kehendak Allah. Semua berjalan sesuai dengan sunnatullah. Seseorang bisa lari dari satu sunnatullah, tetapi dia pasti menuju sunnatullah yang lain. Orang yang mengikuti sunnatullah dan berjalan di atas syari’at-Nyalah yang dikatakan sebagai orang yang tunduk patuh kepada-Nya.

Di sisi lain jabbar juga bisa bermakna yang menumbuhkan dan memperbaiki sehingga keadaannya kembali seperti semula. Dalam konteks ini Allahlah yang dapat menumbuhkan kembali semangat manusia yang hancur karena mengalami goncangan batin yang disebabkan oleh kematian anggota keluarga, kebangkrutan bisnis, bencana alam dan sejenisnya. Kefahaman manusia akan kecilnya nilai dunia dibanding dengan akherat akan menumbuhkan kembali kesadaran bahwa apa yang hilang darinya tidaklah bermakna di hadapan Allah. Dunia ini hanya bersifat sementara, sedang  kehidupan akheratlah yang kekal. Akan tumbuh semangat untuk mengejar akherat dan melupakan apa yang telah hilang. Allah juga yang dapat memperbaiki kehancuran akhlak manusia kembali kepada fitrahnya bertauhid seperti ketika berada di dalam kandungan ibunya (QS Al A’raf  7: 172).

Imam Ghazali sifat Allah Yang Maha Pemaksa ini dapat pula diteladani oleh manusia terpuji seperti Rasulullah saw. Karena kemuliaan akhlaknya Rasulullah saw, maka para sahabatnya mencintainya, menghormatinya, menempatkannya pada posisi yang amat tinggi, dan mengikuti pola hidupnya. Dengan sikap dan keteladanannya Rasulullah saw secara tidak langsung memaksa para sahabat untuk mengikuti perilakunya dalam kehidupan sehari-hari dan mengadopsi pola hidup Islam yang diajarkannya. Dalam hal ini Rasulullah tidak mengambil manfaat tetapi memberi manfaat, beliau mempengaruhi tidak dipengaruhi, dan beliau diikuti tidak mengikuti.

Kita dapat meneladai sifat jabbar dengan memperbaiki kualitas akhlak hingga ke tingkat akhlak mulia. Dengan akhlak mulia inilah kita memberi keteladanan hidup kepada keluarga kita, sehingga anak dan istri menghormati. Penghormatan anak istri karena kemuliaan akhlak kepada rumah tangga akan menjadi kunci sukses dalam membangun keluarga yang berhias sakinah, mawaddah, wa rahmah. Kamuliaan akhlak seorang kepala rumah tangga secara tidak langsung akan mengundang penghormatan anggota keluarga dan menggerakkan hati mereka untuk mengikuti kebijakan-kebijakan yang digariskannya untuk keluarganya. Begitu pula yang akan terjadi bila kepala kantor, kepala perusahaan, kepala daerah, dan kepala negara berakhlak mulia. Kemuliaan akhlak seorang pimpinan akan menumbuh-kan rasa cinta bawahannya, mengundang penghormatan mereka, dan mengikuti kebijakannya dengan penuh kesadaran. Yang perlu kita fahami adalah kemuliaan akhlak ini hanya dapat dicapai dengan Islam. Al Islamu ya’lu wala yu’la ‘alaihi.

Maka pantas sekali kalau Allah swt senantiasa mengutus para nabi dengan berbekal akhlak karimah yang senantiasa menyeru kepada umatnya u’budullaha wajtanibuththaghut (sembahlah Allah dan jauhilah thaghut). Seruan untuk menghambakan diri hanya kepada Allah dan menjauhi thaghut inilah yang menjadi fondasi dari bangunan akhlak karimah yang intinya adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini mestinya bani Israil menjadi bangsa yang paling beruntung, karena sebagian besar nabi diutus dari golongan mereka. Tetapi karena keingkarannya maka mereka pula yang menjadi bangsa yang paling banyak dikutuk Allah di dalam Al Qur’an. Di antara mereka ada kelompok orang yang dimurkai Allah (Yahudi) dan ada pula kelompok orang yang tersesat (Nasrani). Mereka telah sesat dan menyesatkan banyak orang (QS Al Maidah 5: 77).

Mestinya kemuliaan akhlak para nabi menjadi teladan bagi para pemimpin bangsa. Manusia karena hawa nafsunya cenderung untuk berbuat jahat (QS Yusuf 12: 53). Maka para pemimpin dengan kemulian akhlaknya karena Al Qur’an diharapkan dapat membimbing mereka ke jalan keselamatan. Dengan pemimpin yang berakhlak karimah maka peraturan dan kebijakan yang digariskan akan sesuai dengan akhlaknya. Pelaksanaan kebijakan diharapkan tidak menyimpang dari akhlaknya. Pengawasan di lapanganpun diharapkan sesuai dengan tuntutan akhlaknya. Begitu besar pengaruh akhlak ini, maka tidak mengherankan kalau Rasulullah saw sebenarnya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak karimah.

Al Aziz

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Nama tersebut termasuk Al-Asma`ul Husna, sebagaimana terdapat dalam nash Al-Quran yang bermakna kurang lebih ( Yang Maha Perkasa) berarti Allah Subhanahu Wata'ala memiliki sifat Maha Mulia, Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Konsekuen dan Maha Bijaksana.

Kata aziz berasal dari ‘azza ya’uzzu yang berarti mengalahkan. Namun juga dapat berasal dari kata ‘azza ya’izzu yang bermakna tidak ada duanya, sangat susah diraih, atau dapat juga berasal dari ‘azza ya’azzu yang berarti menguatkan sehingga tidak terbendung. Kata Al Aziz sendiri sering diberi makna yang Maha Perkasa atau yang Maha Mulia. Sedang kata izzat sering dimaknai kemuliaan, keperkasaan atau kekuatan.

Ada beberapa unsur keperkasaan yang menyusun al izzat, manurut Imam Ghazali yakni perannya yang sangat penting, sangat dibutuhkan, dan sulit diraih. Peran Allah Subhanahu Wata'ala dalam mengatur jagad raya ini sangat penting. Tanpa peran Allah Subhanahu Wata'ala jagad raya ini akan hancur berantakan. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu menggantikan peran Allah Subhanahu Wata'ala dalam mengatur jagad raya.

Di sisi lain Allah yang Maha Mulia, kesempurnaan sifat-Nya yang Maha Mulia ini sangat sulit atau tidak mungkin diraih oleh makhluknya sama sekali. Bahkan untuk membayangkan seberapa besar kemuliaan Allah tidak ada manusia dan atau makhluk Nya yang mampu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Puncak kemuliaan yang tidak pernah tersentuh oleh kehinaan sama sekali, tanpa cacat dan tanpa cela. Bahkan sebenarnya tidak ada satu makhluk yang mampu mengenal Allah Subhanahu Wata'ala dalam arti yang sebenarnya.

Hanya Allah Subhanahu Wata'ala sendiri yang mengenal siapa sebenarnya Yang Maha Mulia itu. Sedangkan Allah dengan segala kekayaan yang dimilikinya sangat dibutuhkan oleh semua makhluk yang hidup di semesta alam ini. Allahushshamad, Allah tempat bergantung segala sesuatu. Semua makhluk yang hidup maupun yang tidak hidup keberadaannya di dunia ini tergantung kepada Allah. Lengkaplah sudah sifat keperkasaan atau kemuliaan Allah seperti apa yang dipersyaratkan oleh Imam Ghazali di atas. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat meraih ketiga usur bersama-sama.

Karena keperkasaan atau kemuliaan itu milik Allah semuanya maka bagi siapa saja yang menghendaki keperkasaan atau kemuliaan tidak ada jalan lain kecuali memohonnya kepada Allah. Dia harus meyandarkan segala upaya untuk mencapai keperkasaan atau kemuliaan tersebut kepada Allah. Menempuh jalan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan Allah untuk memperoleh kemuliaan tersebut. Maka hanya dengan berbuat taat kepada Allah kita bisa mendapatkan kemuliaan tersebut.

Wallahu A'lam

Al Muhaimin

Posted by "Asmaul Husna" Wednesday, March 27, 2013 0 comments

Asmaul husna adalah nama-nama baik, agung, dan indah yang dimiliki oleh Allah Swt. Penjelasan Asmaul husna yang kita ketahui selama ini ada 99 nama dan salah satu dari nama - nama tersebut adalah AL-MUHAIMIN - Yang memiliki makna memperhatikan, menjaga, serta menaungi Hamba-Hamba-Nya dalam segala keadaan. Atau Yang Maha Pelindung tanpa terkecuali.

Barangsiapa yang membacanya 100 kali setelah sembahyang sunat dua rakaat (terutama diwaktu tengah malam), Insyaallah akan dibersihkan zahir dan batinnya dan tetap bercahaya hatinya, dan barang siapa yang membacanya sebanyak 145 kali setelah sembahyang Isyak, Insyaallah akan kuat khafazhnya.

Al-Muhaimin (mampu menjaga diri sendiri)

Dan sebaik-baik menjaga diri adalah dengan selalu berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang memiliki ajaran yang tinggi nilainya. Sebagai umat Islam, kita harus meyakini (iman) terhadap keduanya dan meyakini bahwa hanya dengan berpegang teguh pada ajaran Allah kita akan dapat menyelamatkan hidup kita di akherat kelak.

Al Mu'min

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Al-Mukmin satu dari sekian banyak nama nama Allah. yang dengannya kita menyeru dan berdoa kepada Allah  dimana hal ini berarti bahwasanya kita memohon diberikan keamanan, dihindarkan dari fitnah, bencana dan siksa. Karena Dialah Yang Maha Memberikan keamanan, Dia yang Maha Pengaman. Dalam nama Al-Mu’min terdapat kekuatan yang dahsyat dan luar biasa. Disitu ada pertolongan dan perlindungan, ada jaminan, dan ada bala bantuan.


Tauladan Al-Mu’min

Ketika kata “Al-Mu’min” dipakai untuk sebutan hamba Allah yang beriman, berarti hamba itu telah mencontoh dan menauladani nama Al-Mu’min. Mengapa orang yang beriman disebut Al-Mu’min ? karena kata lisan, kata hati dan perbuatannya singkron. Hatinya telah membenarkan apa yang datang dari Allah, kemudian mengamalkannya. Dia telah menemukan hakikat kebenaran, dia telah mendapatkan kekuatan dirinya yang bersumber dari nama Allah “Al-Mu’min”. Kekuatan itu adalah “keyakinan dan optimisme” yang kemudian melahirkan kreatifitas dan inovasi. Keyakinan ini tidak boleh dikotori oleh prasangka buruk atau keragu-raguan kepada Allah.

Orang beriman yang telah menauladani nama Allah Al-Mu’min disebut abdul mu’min. Dia adalah hamba Allah yang hidup jejak-jejaknya, hidup penglihatanya, hidup pendengarannya, hidup niatnya, hidup amalnya, sehingga mampu menangkap makna yang tersirat dibalik tirai hijab kehidupan.

Khasiat Al-Mu’min
• Orang yang menyeru “Yaa Mu’min” sebanyak 36 kali ketika menghadapi kekerasan atau bahaya, maka insya allah dia akan selamat. Semakin banyak dibaca akan semakin bertambah kuat keberaniannya.

As Salam

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Di antara ke 99 al-Asma'ul Husna satu diantaranya adalah as-Salam (السَّلامُ) yang bermakna kurang lebih Akar katanya adalah salima, yang maknanya berkisar pada keselamatan, kesejahteraan, kedamaian, serta keterhindaran dari segala sesuatu yang buruk maupun tercela. 

Asma ini bermakna bahwa segala sesuatu yang buruk maupun tercela tidak ada pada-Nya. Demikian pula, Dialah yang memiliki seluruh kesejahteraan dan keselamatan dalam segala bentuknya. Kepada makhluk, asma ini juga memiliki makna bahwa hanya dari Dialah keselamatan dan kesejahteraan dan hanya Dialah yang bisa menyelamatkan dan menghindarkan makhluk dari segala sesuatu yang buruk maupun bencana. 

Apa yang bersumber dari-Nya pasti akan membawa kesejahteraan dan keselamatan. Dengan demikian, karena segala sesuatu bersumber dari-Nya, maka pada dasarnya "keburukan" itu tidak ada. Manusialah yang menyebut "buruk" pada sesuatu karena hal itu tidak disukainya, meski pada hakikatnya itu adalah jalan menuju keselamatan. 

As-Salam adalah sumber kesejahteraan hidup, Allah telah menebarkan benih-benih kesejahteraan, Allah telah memberikan jalan keselamatan, Allah telah memberikan naluri untuk menepuh jalan keselamatan. 

Kesejahteraan dan keselamatan adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, hidup yang sempurna adalah hidup yang sejahtera dan selamat, bahagia di dunia dan selamat di akhirat. Tauladan As-Salam Orang yang telah menemukan makna “As-Salam”, menauladani, dan mendapatkan kekuatan dari As-Salam, maka dia disebut ABDUS SALAM, hamba yang Maha Selamat dan Sejahtera. 

Dia adalah orang yang hidup sejahtera dan bahagia, sukses dan selamat baik didalam kehidupan dunia maupun kehidupan Akhirat.

Al Quddus

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Al Quddus (القدوس) sifatNya Dzat Allah Yang Memiliki Mutlak sifat Suci. Kata dasar dari Al Quddus adalah Qaddasa yang artinya mensucikan dan Menjauhkan dari kejahatan, bisa pula diartikan membesarkan dan mengagungkan. Kesucian-Nya Allah ta'ala sangat bersih dari perasaan keji, jahat, negatif dan yang lainnya. Bentuk pengamalan akan asma Allah adalah dengan mengucapkan Subhanallaah atau Taqaddasallah atau Ta'alallah.

Kesucian-Nya bersifat mutlak Maha Suci dari Segala Kekurangan, Kata Quddus memiliki akar kata yang sama dengan kata qadasa yang berarti "suci". Asma Al-Quddus bermakna "mutlak tidak memiliki kekurangan, ketidaksempurnaan, kekurangan, maupun kelemahan". Seluruh kesempurnaan dan kemutlakan yang mungkin ada. Dia melebihinya dan Dialah puncaknya.

Imam Al-Ghazali bahkan berpendapat, Al-Quddus adalah kemahasucian Allah dari segala bentuk kesempurnaan yang masih bisa diduga oleh mahluk. Menurutnya, sungguh tidak patut bila seorang raja dikatakan sekedar sebagai "Sang bukan-rakyat". Raja adalah raja. Maka, Al-Quddus adalah mutlak dan ada di atas segala kesempurnaan yang terpahami.

Kata quddus memiliki makna yang berbeda dengan sabbah. Kedua kata ini di dampingkan dalam QS. Al-Baqarah : 30, "Padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan meng-quddus-kan Engkau".

Taqdis adalah menyucikan-Nya dari tidak mutlaknya kesempurnaan, sedangkan tasbih berasal dari akar kata sa-ba-ha yang berarti 'hanyut' atau "menjauh". Bertasbih adalah menjauhkan diri dari segala dugaan terhadap Allah maupun prasangka buruk atas kehendak-Nya, dan membiarkan diri hanyut dalam kekaguman atas kesempurnaan-Nya maupun hanyut dalam kehendak-Nya. Ke-quddus-an Allah adalah mutlak, dan Ia sama sekali tidak membutuhkan pengakuan akan hal itu.

Al Malik

Posted by "Asmaul Husna" 2 comments
Al-Malik adalah satu diantara 99 nama nama Allah yang baik. Didalamnya terdapat kekuatan dan kekuasaan yang agung dan tak terbatas, Dialah Sang Maharaja, yang sepenuhnya merajai seluruh alam dan segenap apa yang ada didalamnya.



Allah Maha Raja tidak ada sedikitpun kekuasaan-Nya yang diberikan kepada manusia, kecuali setelah mendapatkan Ridha dari Nya, baik berupa kewenangan mengatur hidup maupun menjalani kehidupan. 

Tauladan Al-Malik

Orang yang beriman dan mempunyai kekuasaan disebut ABDUL MALIK, Hamba Maha Raja. Dia hebat tetapi tetap tunduk dan sujud kepada Allah, menjalankan kekuasaan berdasarkan hukum Allah. Dia berilmu tetapi tetap tawadhu’ dan hormat kepada siapa saja, tidak sombong.

Dia menyadari bahwa kekasaan mutlak hanyalah milik Allah. Prinsip Kemaharajaan Allah adalah melindungi, memelihara, dan memenuhi seluruh keperluan hidup makhluk-Nya. Karenanya Abdul Malik adalah orang yang peduli kepada orang lain, lingkungan dan siapa saja yang ada disekitarnya.

Ar Rahim

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Bentuk Ar-Rahim (kasih sayang) Allah SWT diciptakan agar dijadikan landasan hidup setiap orang, sehingga terwujudnya masyarakat yang penuh damai. Hilangnya perasaan kasih sayang yang kemudian diganti oleh pertikaian menjadikan dunia ini penuh malapetaka. 

Kalau dunia diisi hanya oleh perbuatan biadab dan menafikan nilai Ar-Rahim, jika yang terjadi demikian, kelak Allah SWT menurunkan peringatan: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS.30:41).

Sangat penting untuk menciptakan perasaan kasih sayang agar terhindar dari malapetaka yang diturunkan oleh Allah SWT hanya karena ulah segelintir manusia. Karena pandangan itulah, Allah SWT menegaskan perlu ditekankan kondisi kasih sayang seperti firman Nya: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya." (QS.48:29).

Ar Rahman

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments
Ar Rahman (الرحمن) adalah asma Dzat Allah yang memiliki mutlak nikmat panjang dari dunia dan akhirat. Berdasarkan pengertian ini siapa yang diterapkan ilmu dan akal mengandung iman dan Islam maka disebut nikmat panjang. 


Nikmat ini langgeng dari dunia hingga akhirat jadi siapapun orangnya apabila ilmu dan akal dipergunakan untuk menjalankan dan melaksanakan Iman dan Islam maka ia dapat dikatakan memperoleh nikmat besar dari dunia dan akhirat, walaupun orangnya itu jelek rupanya dan miskin. Apakah ada nikmat yang lebih besar apabila dibandingkan dengan Iman dan Islam.

Pemahaman atas asma Ar Rahmaan : Dalam asma Ar Rahmaan ada 4 hal yang menjadi indikator bahwa sesuatu dapat digolongkan meneladani Ar Rahmaan atau tidak yaitu :
  •     Ilmu
  •     Akal
  •     Iman
  •     Islam
Dalam pemaknaan Ar Rahmaan adalah sebuah nama atau asma kepada Dzat yang memiliki nikmat panjang atau nikmat besar. Sementara nikmat besar atau nikmat pajang adalah siapa saja yang diterapan ilmu dan akal dipergunakan untuk mengamalkan iman dan islam maka termasuk nikmat panjang atau nikmat besar langgeng / abadi dari dunia hingga akhirat Dengan menggunakan 4 unsur di atas diketahui pula bahwa Ar Rahiim adalah sebuah nama/asma kepada Dzat yang memiliki nikmat pendek atau nikmat kecil yang hanya sebatas kehidupan di dunia saja. Ciri nikmat kecil atau nikmat pendek adalah siapa saja yang diterapan ilmu dan akal akan tetapi ilmu dan akalnya tidak dipergunakan untuk mengamalkan iman dan islam, jadi kesenangannya hanya sebatas di dunia saja.

Dengan pemaknaan Ar Rahmaan dan Ar Rahiim seperti di atas maka sangat jelaslah kontras mana-mana yang mendapatkan nikmat panjang/ besar dan mana-mana yang mendapatkan nikmat kecil. Oleh karena itu dalam Bismillaahir rohmaanir rohiim benar bila dikatakan merupakan inti dari Al-Quran, sebab seharusnya hanya dengan Bismillaahir rohmaanir rohiim dapat menjelaskan secara global dan jelas dari kehidupan dunia hingga akhirat.

Ar Rahman ini memegang peranan yang sangat besar dalam usaha manusia mencapai ma'rifat yang sebenarnya kepada Allah SWT, oleh karenanya disarankan seorang muslim yang ingin menyempurnakan iman dan islamnya sebaiknya memahami dengan mendalami serta mengamalkan apa-apa yang dimaksud dalam Asma'ul Husna ini.

Nama Nama Yang Baik

Posted by "Asmaul Husna" Tuesday, March 26, 2013 0 comments

"Serulah Allah Atau Serulah Ar Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaul Husna (nama nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah diantara kedua itu" Al Israa' ayat 110

Asmaul Husna mp3

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

kaligrafi asmaul husna

Posted by "Asmaul Husna" 0 comments

Koleksi gambar Asmaul husna 1


Koleksi gambar Asmaul husna 2

 Koleksi gambar Asmaul husna 3

Popular Posts