Al Kabiir
Saturday, May 18, 2013
1
comments
Ibadah yang paling sering dilakukan kaum muslimin adalah shalat. Dalam shalat itu terdapat beberapa kalimat yang harus diucapkan dan gerakan yang harus dilakukan. Di setiap perubahan gerakan selalu diantarai dengan takbir (bacaan Allahu Akbar sambil mengangkat kedua tangan).
Ketika seorang Muslim sudah takbir (membesarkan nama Allah), maka pikiran, perasaan, dan gerakan fisiknya hanya tertuju kepada Allah. Ia berdiri dengan posisi menghormat, rukuk dengan posisi merunduk, dan sujud, berserah diri secara total kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu, panggilan siapapun tak boleh dihiraukan. Termasuk panggilan boss atau atasan, panggilan orangtua, panggilan HP atau telepon. Ia hanya peduli pada panggilan Allah SWT hingga salam.
Membesarkan nama Allah seharusnya tidak hanya dalam shalat. Kapan dan di manapun setiap manusia harus senantiasa membesarkan-Nya. Panggilan-Nya-lah yang harus diutamakan untuk didengar dibanding dengan panggilan siapapun. Aturan (syari’ah)-Nya-lah yang seharusnya lebih ditaati daripada semua aturan yang ada. Hanya Dia yang Maha Besar.
”(Kuasa Allah) yang demikian itu, karena sesunguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil (sia-sia), dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar”. Al-Hajj: 62)
Kaum Muslim yang menjalankan ibadah haji terlebih dahulu harus menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya dan menggantinya dengan dua helai kain putih tak berjahit (ihram), lalu berseru kepada Allah dengan kalimat talbiyah, labbaikallahumma labbaik. Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan hanya panggilan-Mu yang kami penuhi. Tiada yang bersekutu dengan-Mu.
Kebesaran Allah tak bertambah sedikitpun dengan takbir kita, demikian juga sebaliknya, kebesaran-Nya tak berkurang sekalipun semua makhluq-Nya tiada yang membesarkan-Nya. Kita takbir (membesarkan-Nya), karena kita butuh kepada-Nya. Kita bertakbir, karena kita ingin membesarkan jiwa kita dengan membebaskan diri dari semua oknum yang mengaku ”besar” atau justru kita ”besar-besarkan”. Hanya dengan takbir kita terbebas dari segala belenggu kejiwaan yang selama ini mengungkung kita.
Allah tak membutuhkan takbir kita, sebab Dia memang Mahabesar. Sang Penyandangnya (Al-Kabir) tidak membutuhkan pihak lain dalam segala hal, mulai dari yang kecil hingga yang paling besar. Justru semua pihak tak terkecuali membutuhkan-Nya, karena semua diciptakan hanya untuk bergantung kepada-Nya.
Allah Mahabesar karena Dia abadi, tiada awal dan tiada akhir. Adapun semua makhluk-Nya diciptakan dalam batasan waktu. Ada awal dan ada akhirnya. Ada proses awal keberadaannnya dan akan berakhir dengan kepunahannya. Ada kelahiran dan ada kematiannya.
Dia Mahabesar, karena keberadaannya merupakan sumber terpancarnya semua makhluk. Dialah yang merupakan sumber keberadaan semua makhluk. Dia wajibul wujud (keberadaaa-Nya wajib), sedang manusia dan semua makhluk yang ada lebih pantas disebut mumkinul wujud (keberaannya hanya sebatas mungkin). Semua manusia boleh ada dan boleh juga tidak ada. Ketiadaannya tidak menjadikan yang lain menjadi tidak ada.
Dalam al-Qur’an ada beberapa figur yang mengaku ”Besar”, di antaranya adalah Qarun yang karena kepemilikannya terhadap harta, menjadikannya sombong. Dengan arogan ia mengkalim bahwa harta miliknya merupakan hasil usaha dan ilmu yang dimilikinya.
Figur lain yang tak kalah sombongnya adalah Namrud dan Fir’aun. Keduanya dihinakan oleh Allah dengan kematian yang mengenaskan.
Allah membenci setiap manusia yang merasa besar dan menyombongkan diri. Allah berfirman:
”Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”. (An-Nisaa: 173)
”Negeri akherat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi”. (Al-Qashash: 83)
Ketika seorang Muslim sudah takbir (membesarkan nama Allah), maka pikiran, perasaan, dan gerakan fisiknya hanya tertuju kepada Allah. Ia berdiri dengan posisi menghormat, rukuk dengan posisi merunduk, dan sujud, berserah diri secara total kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu, panggilan siapapun tak boleh dihiraukan. Termasuk panggilan boss atau atasan, panggilan orangtua, panggilan HP atau telepon. Ia hanya peduli pada panggilan Allah SWT hingga salam.
Membesarkan nama Allah seharusnya tidak hanya dalam shalat. Kapan dan di manapun setiap manusia harus senantiasa membesarkan-Nya. Panggilan-Nya-lah yang harus diutamakan untuk didengar dibanding dengan panggilan siapapun. Aturan (syari’ah)-Nya-lah yang seharusnya lebih ditaati daripada semua aturan yang ada. Hanya Dia yang Maha Besar.
”(Kuasa Allah) yang demikian itu, karena sesunguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil (sia-sia), dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar”. Al-Hajj: 62)
Kaum Muslim yang menjalankan ibadah haji terlebih dahulu harus menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya dan menggantinya dengan dua helai kain putih tak berjahit (ihram), lalu berseru kepada Allah dengan kalimat talbiyah, labbaikallahumma labbaik. Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan hanya panggilan-Mu yang kami penuhi. Tiada yang bersekutu dengan-Mu.
Kebesaran Allah tak bertambah sedikitpun dengan takbir kita, demikian juga sebaliknya, kebesaran-Nya tak berkurang sekalipun semua makhluq-Nya tiada yang membesarkan-Nya. Kita takbir (membesarkan-Nya), karena kita butuh kepada-Nya. Kita bertakbir, karena kita ingin membesarkan jiwa kita dengan membebaskan diri dari semua oknum yang mengaku ”besar” atau justru kita ”besar-besarkan”. Hanya dengan takbir kita terbebas dari segala belenggu kejiwaan yang selama ini mengungkung kita.
Allah tak membutuhkan takbir kita, sebab Dia memang Mahabesar. Sang Penyandangnya (Al-Kabir) tidak membutuhkan pihak lain dalam segala hal, mulai dari yang kecil hingga yang paling besar. Justru semua pihak tak terkecuali membutuhkan-Nya, karena semua diciptakan hanya untuk bergantung kepada-Nya.
Allah Mahabesar karena Dia abadi, tiada awal dan tiada akhir. Adapun semua makhluk-Nya diciptakan dalam batasan waktu. Ada awal dan ada akhirnya. Ada proses awal keberadaannnya dan akan berakhir dengan kepunahannya. Ada kelahiran dan ada kematiannya.
Dia Mahabesar, karena keberadaannya merupakan sumber terpancarnya semua makhluk. Dialah yang merupakan sumber keberadaan semua makhluk. Dia wajibul wujud (keberadaaa-Nya wajib), sedang manusia dan semua makhluk yang ada lebih pantas disebut mumkinul wujud (keberaannya hanya sebatas mungkin). Semua manusia boleh ada dan boleh juga tidak ada. Ketiadaannya tidak menjadikan yang lain menjadi tidak ada.
Dalam al-Qur’an ada beberapa figur yang mengaku ”Besar”, di antaranya adalah Qarun yang karena kepemilikannya terhadap harta, menjadikannya sombong. Dengan arogan ia mengkalim bahwa harta miliknya merupakan hasil usaha dan ilmu yang dimilikinya.
Figur lain yang tak kalah sombongnya adalah Namrud dan Fir’aun. Keduanya dihinakan oleh Allah dengan kematian yang mengenaskan.
Allah membenci setiap manusia yang merasa besar dan menyombongkan diri. Allah berfirman:
”Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”. (An-Nisaa: 173)
”Negeri akherat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi”. (Al-Qashash: 83)
1 comments:
sangat membantu,, kalo boleh lanjutkan artikelnya.. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.. aamiin
Post a Comment