Al Wahhab
Friday, March 29, 2013
7
comments
Al Wahhab adalah salah satu sifat Allah yang memiliki Arti Maha Pemberi Karunia.
Al Wahhab adalah salah satu sifat Allah yang memiliki Arti Maha Pemberi Karunia. Karunia merupakan hadiah yang bebas dari imbalan dan kepentingan.
Makna lafazh 'Al Wahhab' menekankan bahwa pada hakikatnya tidak mungkin tergambar dalam benak, mengenai adanya yang memberi, siapapun yang membutuhkannya tanpa mengharapkan imbalan atau tujuan duniawi atau ukhrawi, kecuali Allah SWT. Karena siapa yang memberi disertai dengan tujuan duniawi atau ukhrawi, baik tujuan itu berupa pujian, meraih persahabatan, menghindari celaan atau mendapatkan kehormatan, dia bukanlah 'Wahhab'. Makhluk tidak mungkin memberi secara berkesinambungan sedang Allah dapat memberi secara berkesinambungan dan tanpa batas.
Makna lafazh 'Al Wahhab' menekankan bahwa pada hakikatnya tidak mungkin tergambar dalam benak, mengenai adanya yang memberi, siapapun yang membutuhkannya tanpa mengharapkan imbalan atau tujuan duniawi atau ukhrawi, kecuali Allah SWT. Karena siapa yang memberi disertai dengan tujuan duniawi atau ukhrawi, baik tujuan itu berupa pujian, meraih persahabatan, menghindari celaan atau mendapatkan kehormatan, dia bukanlah 'Wahhab'. Makhluk tidak mungkin memberi secara berkesinambungan sedang Allah dapat memberi secara berkesinambungan dan tanpa batas.
Al-Qur’an menyebut al-Wahhab semua menunjuk kepada
sifat Allah. Dari tiga ayat itu, hanya satu yang dirangkai dengan nama
Allah yang lain, yaitu Al-Aziz (Maha Perkasa) sebagaimana yang terdapat
dalam surat Shaad ayat 9, sedangkan dua lainnya berdiri sendiri. Al-Wahhab merupakan Asma Allah yang berarti Maha Memberi. Dia
memberikan rahmat kepada makhlukNya tanpa pamrih, karena Dia tak
membutuhkan apapun kepada makhlukNya.
Keagungan dan kebesaranNya tak berkurang sedikitpun juga jika
sekiranya semua manusia ingkar kepadaNya. Demikian juga sebaliknya,
kewibawaan dan kemuliaanNya tak bertambah sedikitpun juga jika sekirinya
semua manusia tunduk patuh kepadaNya. Dia tak membutuhkan ucapan
terima kasih, tak juga tepuk tangan atas semua kebaikanNya.
Tak sekadar bebas dari pamrih, Dia juga senantiasa memenuhi kebutuhan
makhlukNya tanpa diminta. Dia memberikan udara segar setiap hari
walaupun kebanyakan manusia tidak memintanya. Dia juga menurunkan
hujan, walaupun manusia tidak berdoa untuknya. Sinar matahari
dicurahkan setiap hari, walaupun banyak manusia tidak menyadarinya.
Siapakah yang menyediakan air, udara, dan energi ? Tanpa diminta, Allah
telah menyiapkannya.
Hanya Dia yang pantas menyandang nama Al-Wahhab, sebab semua manusia
senantiasa mengharapkan imbalan ketika bekerja, apalagi ketika memberi
sesuatu kepada sesamanya. Ada tujuan yang ingin diraih di balik kerja
kerasnya, baik yang bersifat materi maupun yang berbentuk spiritual,
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Itulah sebabnya, ketika al-Ghazali menjelaskan tentang Al-Wahhab, ia
berkomentar bahwa hanya Allah saja yang patut menyandang sifat itu. Ia
berkata, pada hakekatnya tidak ada pemberian tanpa tujuan dan harapan,
kecuali Allah Subhanahu Wata'ala Setiap manusia pasti berpengharapan atas semua
perbuatannya, baik dalam bentuk pujian, meraih persahabatan,
mendapatkan kehormatan, atau paling tidak menghindari celaan.
Seseorang ‘abid yang senantiasa melazimkan ibadah juga tak lepas
dari pamrih untuk mendapatkan surga atau terhindar dari neraka. Bahkan
seorang alim yang beribadah demi meraih cinta dan syukur kepadaNya belum
sepenuhnya terhindar dari tujuan-tujuan atau harapan meraih imbalan.
Itulah sebabnya, Allah tetap memberi toleransi kepada manusia sepanjang
mereka tetap dalam koridor ibadah yang ikhlas semata karena Allah SWT.
Dia membolehkan manusia beribadah karena mengharapkan surgaNya atau
terhindar dari nerakaNya, karena memang hanya sampai di situ batas
kemampuan manusia.
Hanya Allah saja yang bisa memberi tanpa pamrih, sebab hanya Dia yang
tidak membutuhkan apapun dari makhlukNya. Karenanya, hanya Dialah yang
pantas menyandang nama Al-Wahhab, Maha Pemberi tanpa mengharap Puji,
Maha Pemberi tanpa pamrih, Maha Pemberi tanpa menagih.
Walaupun demikian, kita bisa meneladani sifat mulia itu sebatas
kemampuan kita sebagai makhlukNya. Dalam hal ini kita bisa meminimalkan
harapan atau pamrih kita, paling tidak, ketika kita memberikan
sesuatu, janganlah kita berharap mendapatkan imbalan yang berlebihan,
yang demikian itu disebut riba, sebagaimana firmanNya :
“Apa yang kamu berikan dari riba supaya bertambah banyak harta manusia, maka tidaklah bertambah banyak di sisi Allah”. (QS. Ar-Ruum: 39).
Itulah sebabnya, sejak awal, ketika Rasulullah menerima wahyu yang
ketiga, Allah sudah mengingatkan: “Jangan memberi dengan mengharap
imbalan yang lebih banyak”. (QS. Al-Muddatstsir: 6)
Dalam prakteknya, kita boleh saja menanti ucapan terimakasih dari
orang yang kita beri, tapi mengabaikannya jauh lebih mulia dan
derajatnya lebih tinggi, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah,
kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima
kasih”. (QS. Al-Insaan: 9)
Nilai-nilai yang tercermin dari Al-Wahhab itu sangat penting
diterapkan oleh para pemimpin. Setiap pemimpin haruslah memiliki sifat
pemurah, suka memberi kepada bawahannya. Seorang pemimpin yang pelit
pasti tidak disukai anak buahnya. Sebaliknya, pemimpin yang murah hati
dan suka memberi pasti mendapatkan simpati, disukai, dan dicintai
rakyatnya.
7 comments:
Persis sama isi buku karangan prof. M QURAISH SHIHAB
Terima kasih sekali admin
Thanks^^
sangat bermanfaat mantul
Sangat bermanfaat
SsAaNnGgAaTt BbEeRrMmAaNnFfAaAaTt,TtEeRrIiMmAaKkAaSsIiHh
nak aul mane?
Post a Comment